KUMPULAN CERITA RAKYAT

Kumpulan Seluruh Cerita Rakyat Indonesia dan International

CERITA INTERNATIONAL

Kisah Dongeng Putri Merida Putri Pemberani yang Bertanggung Jawab

Alkisah pada abad pertengahan, wilayah-wilayah di Skotlandia masih terbagi berdasarkan beberapa kelompok klan. Salah satu klan yang cukup kuat di masa itu adalah Klan Dunbroch. Klan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang dikenal baik dan bijaksana, bernama Raja Fergus.

Dalam memimpin klan itu, Raja Fergus dibantu oleh istrinya yang bernama Ratu Elinor. Pasangan raja dan ratu tersebut dikaruniai seorang putri berambut merah yang bernama Merida. Sang putri tak hanya disayangi oleh kedua orang tuanya, tapi juga oleh seluruh warga Klan Dunbroch.

Sejak kecil, Putri Merida bisa dibilang bukanlah sosok perempuan biasa seperti layaknya putri lain pada umumnya. Dibandingkan melakukan kegiatan yang feminin seperti menjahit atau memasak, gadis yang memiliki rambut berwarna merah itu lebih menyukai hal-hal yang menantang, salah satunya adalah memanah.

Hobi memanahnya itu sudah dimulai sejak sang putri masih berusia enam tahun. Penyebabnya adalah karena pada ulang tahunnya yang keenam, Raja Fergus memberikan hadiah berupa busur dan satu set anak panah. Betapa gembiranya Merida ketika mendapatkan hadiah itu.

Sejak saat itu, sang putri selalu rajin berlatih memanah dengan bantuan sang ayah. Bahkan, bisa dibilang Merida tumbuh menjadi seorang pemanah yang sangat ulung.

Di sisi lain, Ratu Elinor merasa tak senang dan sama sekali tak menyetujui hobi tak biasa putrinya itu. Ia berusaha mengarahkan putrinya agar lebih menykai hal-hal yang lazimnya dilakukan oleh seorang putri. Ratu Elinor berusaha mengajak Merida untuk menyulam dan menjahit. Namun, semua ajakan itu selalu saja ditolak dan sang putri lebih memilih untuk pergi menjauh.

Pertemuan Pertama dengan Will O’ The Wisp

Pada suatu hari, ketika Merida sedang berlatih memanah seperti biasanya, mendadak ia kehilangan salah satu anak panahnya. Ia pun berusaha mencari-cari anak panah yang hilang itu. Ketika sedang mencari anak panah itu, ia justru melihat seekor makhluk kecil berwarna biru yang bercahaya.

Berdasarkan mitos kepercayaan rakyat Skotlandia, makhluk berwarna biru itu dikenal dengan nama Will O’ The Wisp. Makhluk itu kabarnya merupakan pertanda takdir bagi orang-orang yang melihatnya.

Saat itu, Will O’ The Wisp terlihat menghilang, tapi tak lama kemudian makhluk itu muncul lagi. Rasanya seolah-olah ia berusaha mengarahkan atau mengajak Merida masuk ke dalam hutan. Sang putri berambut merah itu pun tergoda untuk mengikuti Will O’ The Wisp.

Namun, mendadak dari dalam hutan muncul seekor beruang yang ukurannya sangat besar. Rupanya, beruang itu bukanlah beruang biasa. Bahkan, bisa dibilang kalau hewan buas yang berukuran tak biasa itu adalah makhluk hasil kutukan. Penduduk sekitar Klan Dunbroch menyebut beruang itu dengan nama Mor’du. Selama ini, belum ada seorang pun berhasil membunuh beruang besar itu.

Merida pun langsung lari kembali ke kediamannya. Sayangnya, Mor’du mengejar sang putri berambut merah kemudian menyerang seluruh Klan Dunbroch. Untungnya, Merida berhasil melarikan diri bersama Ratu Elinor.

Raja Fergus bersama para pengawalnya berusaha maju melawan Mor’du untuk melindungi keluarganya. Setelah melalui proses yang cukup lama, akhirnya beruang raksasa itu berhasil diusir dari Klan Dunbroch. Sayangnya, pertarungan itu telah merenggut salah satu kaki Raja Fergus hingga terputus. Saat itu, Raja Fergus pun langsung membuat sumpah bahwa beruang kutukan yang bernama Mor’du itu akan selalu menjadi musuh bebuyutannya.

Merida akan Dijodohkan

 Makan Malam Keluarga dan Kabar Perjodohan

Setelah beberapa tahun berlalu, Merida tumbuh menjadi putri yang pemberani dan sangat tangguh. Sementara itu, Raja Fergus dan Ratu Elinor kini memiliki tiga anak laki-laki kembar. Ketiga anak tersebut bernama Harris, Hubert, dan Hamish. Adik dari Merida itu memiliki sifat yang usil dan suka sekali membuat kekacauan.

Pada suatu hari, ketika mereka tengah sarapan, mendadak Raja Fergus dan Ratu Elinor menyebutkan bahwa Merida akan dijodohkan dengan salah satu pewaris tahta dari tiga klan besar yang bersekutu dengan Klan Dunbroch. Perjodohan itu sangat penting dan harus dilakukan demi mempererat jalinan kerjasama antar klan.

Rencananya adalah, ketiga klan tersebut akan datang ke pulau tempat Klan Dunbroch bermukim. Kemudian, nantinya para putra sulung dari setiap klan tersebut akan saling bertarung dan mengadu kemampuan. Pemenang dari setiap pertarungan itulah yang akan dinikahkan dengan Merida.

Betapa terkejutnya Merida ketika mendengar hal itu. Bagaimanapun juga, ia sama sekali tidak ingin dijodohkan. Jika boleh memilih, ia lebih suka melatih kemampuan bertarung dan memanahnya. Ia pun langsung menolak perjodohan itu dan berkata bahwa ia akan memberontak.

Namun, dengan tegas Ratu Elinor menyatakan bahwa Merida harus mematuhi tradisi itu. Ia bahkan sudah membuat rencana panjang untuk menyiapkan Merida sebelum kedatangan ketiga klan tersebut ke pulau mereka.

Ratu Elinor mengajari berbagai macam tugas dan keterampilan yang biasanya harus dimiliki oleh putri kerajaan pada Merida. Tak berhenti sampai di situ saja, sang ratu juga mengubah penampilan Merida menjadi lebih feminin dan anggun daripada sebelumnya. Rambutnya dirapikan dan digelung, tak lagi dibiarkan tergerai seperti sebelumnya, dan gaunnya diganti menjadi lebih anggun.

Hari Pertandingan Tiga Putra Mahkota

Semua upaya yang dilakukan oleh Ratu Elinor justru membuat sang putri berambut merah menjadi semakin membenci ibunya. Ia merasa bahwa Ratu Elinor sebenarnya tak pernah mempedulikan apa yang sebenarnya Merida inginkan.

Beberapa hari kemudian, ketiga klan sekutu Klan Dunbroch pun datang ke pulau tempat mereka bermukim. Masing-masing dari mereka datang menggunakan kapal layar yang besar. Pesta besar-besaran tentunya langsung diadakan untuk menyambut ketiga tamu agung itu.

Ketika tiba waktunya unjuk kemampuan, semua orang dari masing-masing klan dan setiap rakyat Klan Dunbroch pun berkumpul. Mendadak, Merida yang juga hadir berseru bahwa ia akan menjadi orang yang menentukan jenis pertandingan apa yang akan dilakukan oleh ketiga putra mahkota. Untungnya, saat itu Raja Fergus memberinya izin untuk menjadi sang penentu pertandingan.

Tanpa menunggu lama, Putri Merida meminta agar ketiga putra mahkota dari masing-masing klan sekutu melakukan pertandingan panahan. Setelah itu, mereka pun menentukan hari kapan diadakannya kompetisi.

Pada hari yang telah ditentukan, ketiga klan dan para putra mahkota berkumpul di sebuah tanah lapang dengan membawa papan panahan, busur, dan anak panah. Masing-masing dari para putra mahkota itu pun saling bergiliran melakukan tugasnya dan melesatkan anak panah hingga mengenai sasaran di papan.

Menariknya, di akhir pertandingan, tiba-tuba Merida turun dan menginterupsi jalannya pertarungan. Ia menyatakan bahwa ia akan bergabung dalam kompetisi tersebut. Tanpa menunggu lama, ia langsung mengambil busur dan anak panahnya kemudian tanpa kesulitan langsung mengungguli pencapaian dari para putra mahkota dari ketiga klan yang ada. Tembakan Merida dengan jitu langsung mengenai pusat sasaran di papan.

Putri Merida Melarikan Diri Ke Dalam Hutan

Tindakan Putri Merida itu tentunya langsung memancing amarah Ratu Elinor. Sang ratu merasa kalau kelakukan Merida itu sama saja seperti tengah mengolok-olok ketiga putra mahkota dari klan sekutu mereka.

Bahkan, Ratu Elinor dan Merida sampai berseteru di kamar kerajaan. Dengan penuh emosi, pada puncak perseteruan itu Merida merobek tapestri hasil sulaman Ratu Elinor. Tapestri yang bergambar keluarga mereka itu pun terpisah menjadi dua tepat di bagian tangan Merida yang tengah menggenggam tangan sang ibunda.

Sesudahnya, Merida yang masih kesal dan marah memutuskan untuk melarikan diri dari istana dengan menunggangi kuda kesayangannya. Kuda itu ia arahkan ke hutan yang terletak tak jauh dari kediaman mereka.

Sesampainya di dalam hutan, Merida kembali bertemu dengan Will O’ The Wisp yang dahulu menemuinya ketika ia masih kecil. Will O’ The Wisp itu kembali memberi tanda pada sang putri berambut merah untuk mengikutinya. Merida pun mencoba mengikuti sang makhluk kecil berwarna biru untuk masuk lebih jauh ke dalam hutan.

Di dalam hutan, Merida sampai di sebuah gubuk misterius. Meskipun awalnya ragu-ragu, tapi sang putri tetap masuk ke dalam gubuk tersebut. Rupanya, gubuk tersebut merupakan tempat tinggal seorang penyihir.

Pada penyihir tersebut, Merida menceritakan tentang nasibnya. Sang penyihir kemudian menawarkan kalau sang putri ingin mengubah nasibnya dan membuat kesepakatan. Mendengar kemungkinan untuk bisa mengubah nasib, tentu saja gadis berambut merah itu langsung setuju.

Sang penyihir kemudian memberikan sebuah kue ajaib kepada sang putri. Kemudian ia berpesan agar sang putri memberikan kue ajaib itu kepada sang ibunda. Tanpa keraguan, Putri Merida menerima kue itu dan berpamitan kembali ke istana.

Ratu Elinor Berubah Menjadi Beruang

Setelah kembali ke istana, sang putri langsung memberikan kue ajaib itu pada ibundanya. Ratu Elinor yang tidak mengetahui apa-apa dan mengira kue itu adalah tanda permintaan maaf dari putrinya pun langsung memakan kue itu.

Namun, siapa sangka setelah melahap kue itu, mendadak tubuh Ratu Elinor berubah menjadi seekor beruang besar. Meskipun wujudnya berubah, tapi anehnya sang ratu masih tetap bisa berinteraksi seperti biasa layaknya manusia biasa.

Melihat perubahan wujud ibunya, Putri Merida tentu saja langsung menjadi panik. Ia pun kemudian membawa beruang raksasa itu ke gubuk penyihir yang ia temukan di dalam hutan. Namun, sesampainya di gubuk tersebut, sang putri menemukan kalau gubuk itu kini telah kosong.

Ia justru menemukan sebuah pesan yang rupanya ditinggalkan sang penyihir. Di dalam pesan tersebut, sang penyihir menyebutkan bahwa kutukan itu hanya akan menghilang jika Merida berhasil memperbaiki ikatan yang telah ia robek. Jika Merida tak berhasil melakukannya sebelum fajar kedua sejak hari itu, maka kutukannya akan berlaku untuk selamanya.

Membaca hal itu tentu saja Merida langsung merasa sedih. Meskipun ia sempat merasa kesal pada ibundanya karena dijodohkan, tapi tak berarti ia menginginkan sang ibu berubah wujud menjadi beruang.

Malam itu, Ratu Elinor dan putrinya memutuskan untuk beristirahat sebentar di hutan. Pada momen itu, mereka berdua memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama dan saling bercengkerama. Merida pun semakin menyesali tindakannya yang gegabah.

Namun, di waktu yang bersamaan, Merida juga menyadari ada sesuatu yang lain dari sosok beruang sang ibunda. Lama kelamaan, ia merasa bahwa sikap Ratu Elinor perlahan berubah layaknya beruang asli pada umumnya.

Mencari Cara Menyelamatkan Ibunda

 Sumber: Wikimedia Commons

Setelah beristirahat beberapa saat, mereka melanjutkan perjalanan lagi di hutan. Di tengah perjalanan, mereka kembali bertemu dengan Will O’ The Wisp. Sekali lagi, sang makhluk kecil berwarna biru yang mengeluarkan cahaya itu menuntun Merida dan ibundanya ke sebuah reruntuhan bangunan di tengah hutan.

Dengan penuh keberanian, Merida masuk ke dalam liang reruntuhan itu. Rupanya, reruntuhan itu merupakan tempat tinggal Mor’du. Di dalamnya, terlihat Mor’du yang sedang beristirahat.

Ketika melihat kedatangan Merida, Mor’du langsung berdiri dan menyerang tamu yang tak diundang itu. Untungnya, sang putri berambut merah itu berhasil melarikan diri bersama ibunya.

Meskipun begitu, pertemuan dengan Mor’du itu justru membuat Merida menyadari sesuatu. Bahwa rupanya, Mor’du sebenarnya adalah seorang pangeran yang pernah dikutuk, sama seperti Ratu Elinor.

Ketika menyadari apa yang akan terjadi jika ia tak segera mengembalikan ibundanya seperti semula, Merida langsung berusaha untuk mencari cara untuk kembali memperbaiki hubungannya dengan ibunda.

Ia sempat menduga bahwa yang dimaksud sang penyihir dengan memperbaiki ikatan yang robek itu adalah tapestri di kamar kerajaan yang sempat ia rusak sebelumnya. Bahwa mungkin jika ia memperbaiki tapestri itu, Ratu Elinor akan kembali menjadi manusia. Ia pun kemudian memutuskan untuk kembali ke istana bersama Ratu Elinor yang masih berwujud beruang.

Mengubah Tradisi Klan Dunbroch

Sementara itu, rupanya di dalam istana tengah terjadi keributan di antara ketiga klan tamu. Mereka sedang memperebutkan hak agar putra mahkota mereka bisa menikahi putri dari Raja Fergus. Karena tidak mau memperpanjang masalah, Merida yang baru datang pun memutuskan kalau ia akan memilih salah satu putra mahkota itu sebagai calon suaminya.

Menariknya, saat itu Ratu Elinor justru menghentikan niatan sang putri. Sang ratu mengisyaratkan pada Merida untuk mengubah tradisi di Klan Dunbroch. Berdasarkan nasihat dari sang ibunda, Merida kemudian menyarankan agar tradisi perjodohan ini dihentikan. Ia pun juga mengusulkan agar para putra mahkota diizinkan untuk memilih jodoh mereka masing-masing.

Siapa sangka kalau rupanya usulan itu diterima oleh para putra mahkota dengan baik. Bahkan para tetua dari ketiga klan tersebut juga menyetujuinya dan pada akhirnya bisa berdamai.

Setelah permasalahan itu selesai, Merida dan Ratu Elinor yang masih berwujud beruang menyelinap masuk ke kamar kerajaan. Mereka berniat untuk berusaha memperbaiki tapestri keluarga yang sebelumnya robek.

Namun, keberadaan mereka rupanya diketahui oleh Raja Fergus. Sang raja yang tidak mengetahui apa-apa pun mengira kalau sosok beruang yang ada di hadapannya itu adalah Mor’du. Ia pun langsung berusaha untuk menyerang beruang itu.

Untungnya, Ratu Elinor berhasil melarikan diri terlebih dahulu. Raja Fergus yang mengira kalau putrinya dalam bahaya pun kemudian mengunci sang putri di dalam istana. Sementara sang raja bersama ketiga klan sekutunya langsung berusaha mengejar Ratu Elinor yang berlari ke dalam hutan.

Akhir yang Bahagia untuk Klan Dubroch

Untungnya, sang putri berambut merah itu berhasil melarikan diri dari dalam kamar. Upaya itu berkat bantuan ketiga adiknya yang rupanya juga berubah menjadi beruang kecil setelah memakan kue ajaib juga.

Setelah berhasil diselamatkan, tanpa menunggu lama sang putri langsung menyusul pasukan ayahnya ke dalam hutan seraya berusaha memperbaiki tapestri itu. Di waktu yang bersamaan, di dalam hutan Raja Fergus rupanya sudah berhasil memojokkan Ratu Elinor.

Namun, tak lama kemudian Mor’du muncul dan berusaha menyerang Merida. Ratu Elinor yang melihat hal itu langsung meju dan melawan Mor’du demi bisa menyelamatkan putrinya. Sayangnya, tindakan itu membuat sang ratu akhirnya terluka parah.

Mendadak, sebuah batu ajaib jatuh ke tangan Mor’du. Batu tersebut membuat kutukan sang pangerang terlepas dan akhirnya Mor’du kembali ke wujudnya semula. Kemudian, Mor’du langsung pergi dari tempat itu begitu saja.

Sayangnya, Ratu Elinor masih tetap berwujud beruang. Apalagi, sang ratu kini hanya bisa terbaring tak berdaya. Padahal tak lama lagi fajar kedua telah tiba. Merida yang panik langsung berusaha menyelimutkan tapestri yang telah ia betulkan ke tubuh ibunya. Sayangnya, tidak ada sesuatu yang terjadi pada tubuh Ratu Elinor.

Merida kini benar-benar merasakan penyesalan dari dalam hatinya. Ia pun menangis kencang seraya memeluk tubuh ibunya. Siapa sangka kalau rupanya penyesalan itu justru berhasil menghilangkan kutukan Ratu Elinor dan ketiga adiknya. Tak berapa lama kemudian akhirnya sang ratu dan ketiga putranya bisa kembali ke wujud semula. Dan akhirnya, mereka semua kembali ke istana dan mengantarkan kepergian tiga klan sekutu Raja Fergus yang meninggalkan pulau Klan Dunbroch.

Link Terkait:

For4D

Situs Toto

Situs Toto

Togel Online

Togel Viral

Toto 4D

Togel Viral

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

For4D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *