Cerita Rakyat Jepang Putri Kaguya Legenda Seorang Pemotong Bambu yang Menemukan Bayi Cantik
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di Jepang hiduplah sepasang kakek dan nenek yang teramat miskin di gubuk kecil dekat hutan. Mereka tak punya anak. Untuk menyambung hidup, mereka membuat kerajinan keranjang bambu.
Setiap pagi, si Kakek mencari bambu di hutan dekat Gunung Fuji. Sedangkan Nenek yang nantinya membuatnya menjadi keranjang cantik, lalu ia jual di pasar tradisional dengan harga yang relatif murha.
Pada suatu pagi, seperti biasa, si Kakek berpamitan pada Nenek untuk pergi memotong bambu di hutan. “Nek, aku pergi dulu untuk mencari bambu, ya,” ucapnya berpamitan.
“Iya, Kek. Aku doakan kamu mendapatkan bambu yang banyak. Aku semalam mimpi indah, kurasa kita akan mendapatkan berkah luar biasa hari ini,” ucap sang Nenek sambil menyiapkan bekal untuk sang suami.
Lalu, sang Kakek pun pergi ke hutan dengan langkah yang sangat pelan. Tubuhnya memang tidak sekuat dulu, tapi ia masih harus bekerja keras demi mendapatkan sesuap nasi.
Setibanya di hutan, ia langsung memilah dan memili bambu mana saja yang cocok untuk dijadikan keranjang. Saat sedang memilih, tiba-tiba Kakek melihat sinar keemasan yang menyilaukan.
“Sinar apa itu? Tampak sangat menyilaukan,” ucapnya. Ia lalu mencari-cari dari mana sumber cahaya itu.
Menemukan Seorang Bayi Mungil
Tak lama kemudian, Kakek berhasil menemukan sumber cahaya keemasan itu, yakni berasal dari sebuah pohon bambu. “Hah? Bagaimana bisa sebatang bambu memiliki cahaya seindah ini?” ucap Kakek bingung.
Karena penasaran, ia pun menebang pohon itu dengan sangat perlahan. Betapa terkejutnya ia karena di dalam batang itu terdapat sinar keemasan yang menyilaukan mata.
Lalu, tiba-tiba saja, dari dalam bambu itu terdengar suara bayi. Kakek makin terkejut dan segera melihat bambu itu dari dekat. Rupanya, di dalamnya ada bayi mungil yang mengeluarkan cahaya.
Kakek lalu mengeluarkan bayi itu dan menggendongnya dengan lembut. Ia menimang-nimang bayi perempuan itu agar tak menangis. Setelah tenang, kakek segera membawanya pulang.
Setibanya di rumah, Kakek langsung teriak memanggil Nenek. “Nek, nenek. Segeralah kemari, lihat apa yang aku temukan,” ucap sang Kakek.
Nenek merasa sangat terkejut melihat suaminya menggendong bayi. “Anak perempuan siapa ini, Kek? Orang tuanya pasti mencarinya,” ucap Nenek.
“Aku menemukannya di dalam batang bambu yang aku tebang. Karena itu, aku langsung membawanya pulang,” ucap Kakek.
“Mungkinkah ini berkah dari Dewa untuk kita?” ucap Nenek. “Anak ini sangat lucu dan cantik, kita harus menjaga titipan Dewa ini,” imbuhnya.
Kakek dan Nenek memutuskan untuk merawat bayi yang mereka beri nama Kaguya itu. Mereka merawatnya dengan penuh cinta dan kasih sayang selayaknya anak sendiri.
Sejak saat itu, Kakek selalu mendapatkan sebatang pohon bambu yang bersinar keemasan. Namun, di dalam bambu tidak terdapat bayi, melainkan sebatang emas. Kakek lalu menjual emas itu dan menghasilkan uang banyak.
Karenanya, Kakek tak perlu lagi bekerja dengan sangat keras. Ia dan sang istri bisa hidup berkecukupan dalam membesarkan sang Putri.
Tumbuh Menjadi Gadis yang Cantik Jelita
Kaguya tumbuh menjadi seorang gadis yang berparas rupawan. Rambutnya hitam bersinar, kulitnya kuning keemasan, dan wajahnya pun seakan mengeluarkan sinar yang menyilaukan. Setiap orang yang bertemu dengannya selalu menatap dengan takjub dan terperangah.
Desas desus kecantikan Kaguya terdengar meluas hingga ke seluruh negeri. Hampir setiap hari, berbagai macam pria datang untuk meminangnya. Meski Kaguya menolak, beberapa pria tetap nekat datang kembali untuk kembali memintanya menjadi istri.
Namun, tak satu pun lelaki yang mampu menggerakkan hati gadis cantik ini. Hal itu membuat sang Nenek penasaran.
“Kaguya, putriku yang cantik dan baik. Kenapa kau menolak seluruh lamaran pria-pria itu? Tak ada satu sajakah yang membuat hatimu berdegup kencang?” tanyanya.
“Tidak ada, Nek. Lagipula, aku tak ingin menikah dengan siapa pun. Aku bahagia hidup bersama Kakek dan Nenek. Bagiku, kalian saja sudah cukup. Aku tak butuh orang lain dalam hidupku,” ucap Kaguya.
Ucapan itu membuat Nenek dan Kakek terharu. Lalu, Kakek memikirkan cara agar para pria tak lagi mendatangi putri kesayangan mereka. “Aku harus mengatur rencana agar para pria tak lagi mengganggu anakku,” ucapnya dalam hati.
Kakek lalu pergi ke hutan bambu untuk mencari jawaban atas kebimbangannya. Ia berharap Dewa membantunya untuk menyelamatkan sang putri dari godaan para pria-pria.
Setibanya di hutan, Kakek berteriak, “Dewa, tolonglah aku. Bagaimana caranya agar aku bisa menolak lamaran para pria itu? Aku tak ingin putriku merasa terganggu dengan kedatangan mereka.”
Lalu, tiba-tiba saja muncul cahaya terang yang entah dari mana datanganya. Cahaya itu berkata, “Berikan syarat sulit yang pria-pria harus penuhi untuk meminang anakmu. Mintalah mereka untuk mendapatkan bulu emas, kipas bercahaya, kalung yang terbuat dari bola mata naga, dan kertas berwana cerah yang menerangi kegelapan. Dengan begitu, satu persatu pria itu akan menyerah karena tak mungkin memenuhi persyaratan.”
Setelah berkata demikian, cahaya itu menghilang. Sang Kakek berterimakasih pada Dewa karena telah memberinya pencerahan. Ia lalu pulang dan segera memberi tahu syarat-syarat yang harus para pria penuhi untuk meminang putrinya.
Tak Ada yang Berhasil
Lalu, Kakek pun memberi tahu kepada pria-pria semua syarat yang harus mereka penuhi. “Jika kau ingin meminang anakku, siapkan bulu emas, kipas bercahaya, kalung yang terbuat dari bola mata naga, dan kertas berwana cerah yang menerangi kegelapan. Siapa pun yang bisa mendapatkannya, akan aku izinkan kamu meminang anakku,” ucap sang Kakek.
Hanya tersisa lima laki-laki yang menyanggupi untuk memenuhi syarat itu. Sedangkan puluhan pria lainnya tak menyanggupinya.
Tak lama kemudian, datanglah seorang pria yang berhasil memenuhi seluruh syarat itu. Kakek terkejut, “Dari mana pria ini mendapatkan seluruh benda-benda ini? Mustahil sekali,” ucapnya dalam hati.
Lalu, Kakek pun memeriksa benda-benda yang lelaki itu bawa. Kaguya lalu menemukan kejanggalan. “Kalung ini palsu, Kek. Ini bukan bola mata naga asli,” ucapnya.
Pria itu pun langsung marah. “Sialan bagaimana ia tahu kalau kalung ini tak asli,” ucapnya dalam hati. Lalu, pria itu pun dinyatakan gugur.
Sejak saat itu, tak ada lagi pria yang datang menemui Kaguya. Kakek dan Nenek merasa sangat lega bisa menjaga sang putri.
Putri Kaguya Tampak Sedih
Saat musim gugur tiba, Kakek dan Nenek sering mendapati putri mereka duduk merenung di bawah sinar rembulan. Matanya berkaca-kaca, ia tampak sangat terluka.
“Oh, Kaguya putriku yang cantik jelita, apa gerangan yang membuatmu bersedih? Ceritakanlah pada kami,” ucap sang Nenek khawatir.
“Kek, Nek, sebenarnya aku sedang sangat sedih. Kakek dan Nenek tahu, kan, betapa aku sangat bahagia tinggal bersama kalian?” ucapnya sambil menangis.
“Tentu saja kami tahu, Nak. Kakek dan Nenek pun sangat senang bisa merawat dan menjagamu. Kami sangat menyayangimu,” ujar Nenek.
“Sebenarnya, aku ini berasal dari Negeri Bulan, Kek, Nek,” ucapnya dengan air mata yang tak kunjung berhenti.
“Negeri Bulan? Apa maksudnya, Nak?” tanya Nenek bingung.
“Aku bukanlah manusia biasa, Nek. Aku ini makhluk yang berasa dari Bulan. Tugasku di bumi adalah untuk membantu Kakek dan Nenek agar hidup sejahtera. Kini, tugasku sudah selesai. Pada tanggal 15, saat bulan sedang bersinar terang, akan ada orang yang menjemputku tuk kembali lagi ke Negeri Bulan,” ucapnya sedih.
“Bukankah tanggal 15 itu besok malam, Nak? Kakek dan Nenek tak ingin menyerahkanmu kepada siapa pun. Kau adalah putriku,” ucap Nenek.
Kakek dan Nenek menangis tersedu-seduh sambil memeluk erat Putri Kaguya. Mereka tak ingin berpisah dengan sang anak.
Malam yang Menyedihkan
Malam bulan purnama pun datang. Kakek bertekad sekuat tenaga untuk mengusir para utusan Negeri Bulang yang datang menjemput Putri Kaguya.
“Siapa pun tak boleh mengambil anakku. Ia adalah milik kami. Kami menyayanginya,” ucap sang Kakek.
Ia menyiapkan banyak prajurit untuk menjaga sekitar rumahnya. Mulai dari depan, belakang, hingga atap dijaga ketat oleh para prajurit.
Lalu, bulan pun bersinar dengan sangat terang di atas gunung. Para prajurit bersiap-siap untuk menyerang siapa pun yang datang dari bulan.
Di dalam rumah, Kakek dan Nenek melindung Putri Kaguya sekuat tenaga. Putri hanya bisa menangis. Ia pun sebenarnya tak ingin meninggalkan rumah ini.
Tiba-tiba, lingkaran cahaya bulan melebar dan melingkar di atas para prajurit yang sudah siap siaga. Siar bulan itu membelalak mata sehingga membuat para prajurit tak bisa melihat apa pun. Mereka pun tergeletak pingsan.
Akhirnya, datanglah bidadari-bidadari cantik dan kuda dari khayangan yang turun di tengah cahaya rembulan. Ia lalu mendekati Putri Kaguya.
“Sudah saatnya kau kembali ke bulan,” ucap salah satu bidadari.
“Izinkan aku berpamitan dulu dengan Kakek dan Nenek,” ucap Kaguya.
“Kek, Nek, berhentilah menangis. Sudah menjadi kewajibanku untuk kembali ke bulan. Sama seperti kalian, aku pun akan merindukan Kakek dan Nenek di bulan. Kudoakan kalian selalu sehat,” ucap Kaguya sambil memeluk mereka.
Lalu, Kaguya memberi mereka kantong keabadian bernama fushi. Ia pun terbang menjauh dengan cepat seolah bulan menariknya.
Kakek dan Nenek menangis tak henti-hentinya. Mereka lalu membakar kantong keabadian itu. “Untuk apa kami hidup lama, jika tak ada Kaguya di sisi kami,” ucap sang Nenek dan kakek.