Kisah Putri Tujuh Dumai dan Ulasannya
Pada zaman dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung di dekat perairan Selat Malaka. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang ratu yang bijaksana bernama Cik Sima.
Cik Sima memiliki tujuh orang putri yang parasnya cantik jelita dan dikenal oleh penduduk setempat sebagai Putri Tujuh. Kecantikan Putri Tujuh sudah populer hingga ke pelosok negeri, terutama putri bungsu yang paling cantik bernama Mayang Sari.
Putri Mayang Sari mempunyai bentuk tubuh yang memesona, wajahnya cantik bersinar, dan kulitnya lembut seperti sutra. Selain itu, bibir wanita ini semerah delima dan memiliki rambut hitam panjang mengurai yang indah. Maka dari itu, bukan sebuah kebetulan jika ia memiliki julukan Mayang Mengurai.
Pada suatu hari, ketujuh putri itu memutuskan untuk mandi di lubuk Sarang Umai. Putri Tujuh menanggalkan pakaian mereka di pinggir pemandian dan bersama-sama membasuhkan diri dengan air pemandian.
Ketika Putri Tujuh tengah sibuk berendam sambil bersendau gurau, mereka tidak menyadari kalau ada beberapa pasang mata yang mengamati ketujuh putri itu. Orang-orang itu adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang kebetulan singgah di daerah tersebut.
Pangeran Empang Kuala terpesona dengan kecantikan salah satu putri dari Putri Tujuh itu, yang tak lain adalah Putri Mayang Sari. Ia tanpa sadar terus bergumam lirih, “Gadis cantik di lubuk Umai. Ya, ya… d’umai….d’umai” ucap sang pangeran.
Pangeran Empang Kuala Ingin Menikahi Putri Mayang Sari
Selanjutnya dalam cerita Putri Tujuh Dumai, diceritakan bahwa Pangeran Empang Kuala tidak bisa berhenti berpikir tentang Putri Mayang Sari. Ia telah jatuh cinta dengan putri bungsu dari Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka dari itu, laki-laki ini pun berniat untuk menikahi Putri Mayang Sari.
Sang pangeran kemudian mengirim utusan ke Kerajaan Seru Bunga Tanjung dengan tujuan untuk meminang Putri Mayang Sari. Utusan itu membawa tepak siri sebagai bentuk pinangan adat kebesaran raja kepada Ratu Cik Sima.
Pinangan dari Empang Kuala lalu disambut oleh Ratu Cik Sima dengan penuh hormat dan kemuliaan. Ratu Cik Sima membalas pinangan Pangeran Empang Kuala dengan mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di tepak sirih itu.
Sementara itu, enam combol lain yang ada di tepak sirih sengaja tidak diisi sehingga tetap kosong. Tindakan itu menyimbolkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.
Dengan begitu, niat awal Pangeran Empang Kuala untuk meminang Putri Mayang Sari berakhir dengan kekecewaan. Utusan dari Empang Kuala menyampaikan penolakan pinangan sang pangeran oleh Ratu Cik Sima dengan ketakutan.
“Ampun Baginda Raja! Hamba tidak bermaksud untuk mengecewakan Tuan. Ratu Cik Sima belum bersedia menerima pinangan baginda kepada untuk Putri Mayang Sari,” terang utusan tersebut.
Pangeran Empang Kuala yang mendengar penolakan itu seketika hatinya dipenuhi dengan kemarahan. Harga dirinya merasa direndahkan karena pinangannya telah ditolak oleh Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Sang pangeran lantas menyuruh anak buahnya untuk mengumpulkan para prajurit kerajaan. Ia kemudian memerintahkan para panglima dan prajurit untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Usaha Ratu Cik Sima Menyelamatkan Putri Tujuh
Berita bahwa Empang Kuala akan menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung sampai ke telinga Ratu Cik Sima. Dikisahkan dalam cerita Putri Tujuh Dumai bahwa wanita ini kemudian segera menyembunyikan tujuh putrinya ke sebuah lubang yang beratapkan tanah dan ditutupi oleh pepohonan.
Dalam persembunyian itu, Ratu Cik Sima telah menyediakan bahan makanan yang cukup dimakan untuk 3 bulan. Setelah berhasil mengungsikan tujuh putrinya, sang ratu kembali ke kerajaan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pasukan Pangeran Empang Kuala.
Peperangan antara Pangeran Empang Kuala dan Ratu Cik Sima pun tidak bisa dihindari. Negeri Seri Bunga Tanjung mengalami kerugian yang tak terkira. Perumahan para penduduk hancur dan banyak nyawa yang berjatuhan.
Pasukan Kerajaan Seri Bunga Tanjung semakin lama semakin merasa terdesak. Ratu Cik Sima lantas mengambil inisiatif untuk meminta bantuan jin yang menghuni di bukit Hulu Sungai Umai.
Pada saat senja, Pangeran Empang Kuala beserta para prajuritnya tengah beristirahat di balik pohon-pohon bakau. Saat malam datang, tiba-tiba saja mereka ditimpa dengan beribu-ribu buah bakau yang menusuk ke badan para prajurit dan Pangeran Empang Kuala.
Tidak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kuala sudah berhasil dilumpuhkan. Sang pangeran dan para prajuritnya yang selamat dari serangan buah bakau dalam kondisi terluka-luka dan tidak berdaya.
Akhir dari Cerita Putri Tujuh Dumai
Pada keesokan harinya, datanglah utusan dari Ratu Cik Sima. Utusan itu membawakan pesan kepada Pangeran Empang Kuala untuk menghentikan peperangan. Alasannya, telah banyak korban jiwa dan kerugian material yang sama-sama merugikan masing-masing pihak.
Pangeran Empang Kuala yang tengah menahan sakit itu pada akhirnya menyetujui pesan dari Ratu Cik Sima. Ia sadar karena keegoisannya, rakyat dari dua negeri yang harus menanggung akibatnya. Sang pangeran lalu menyuruh pasukannya untuk kembali ke Negeri Empang Kuala.
Setelah peperangan usai, Ratu Cik Sima segera menjemput ketujuh putrinya di tempat persembunyian. Namun, wanita ini dihadapkan pada kenyataan pahit karena seluruh putrinya ditemukan sudah tidak bernyawa.
Ternyata, peperangan antara Kerajaan Seri Bunga Tanjung dan Empang Kuala memakan waktu selama 4 bulan. Sementara itu, persediaan makanan yang diberikan oleh Ratu Cik Sima kepada putri-putrinya hanya bisa bertahan 3 bulan.
Ratu Cik Sima kembali ke istana kerajaan dengan hati yang pilu. Ia terus-terus mengeluarkan air mata karena menanggung kesedihan atas kematian tujuh putrinya. Sang ratu jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Sejak saat itu, daerah di mana Kerajaan Seri Bunga Tanjung berdiri dinamakan dengan Dumai. Nama itu diambil dari perkataan Pangeran Empang Kuala ketika memandang Putri Mayang Sari. Begitulah akhir dari cerita rakyat Putri Tujuh Dumai.