Legenda Batu Gantung di Medan
Di sebuah desa di tepian Danau Toba, hiduplah seorang gadis cantik bernama Seruni. Ia dikenal sebagai anak yang baik, penyayang, dan rajin membantu orang tuanya. Namun, di balik kecantikannya, Seruni menyimpan kesedihan yang mendalam.
Orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pemuda kaya yang tidak ia cintai. Hatinya telah lama tertambat pada seorang pemuda desa bernama Daman, tetapi perbedaan status membuat cinta mereka terlarang.
Suatu hari, dalam kepasrahan dan keputusasaan, Seruni berjalan menuju tebing curam di tepi Danau Toba. Ia menangis tersedu-sedu, merasa tidak sanggup menjalani hidup tanpa cintanya. Tanpa sadar, kakinya tergelincir di pinggir tebing yang licin.
“Ampun, Tuhan! Tolong aku!” teriak Seruni ketakutan.
Namun, tak ada yang datang menolong. Tubuhnya perlahan-lahan tenggelam ke dalam celah di tebing itu. Dalam kepanikannya, ia terus berteriak, “Parapat! Parapat!” yang berarti “Mendekat! Mendekat!” dalam bahasa Batak.
Beberapa penduduk desa yang kebetulan lewat mendengar jeritannya dan segera berlari untuk menolongnya. Namun, saat mereka tiba, Seruni telah menghilang. Yang tersisa hanyalah sebuah batu besar yang menggantung di tepi tebing.
Penduduk desa percaya bahwa batu itu adalah jelmaan Seruni yang berubah karena keputusasaan dan kesedihannya. Sejak saat itu, batu tersebut dikenal sebagai Batu Gantung dan menjadi salah satu tempat yang penuh misteri di sekitar Danau Toba.
Hingga kini, masyarakat sekitar masih percaya bahwa suara lirih Seruni kadang terdengar di malam hari, memanggil “Parapat… Parapat…” seolah-olah masih mencari seseorang untuk menolongnya.