Kisah Legenda Putri Pandan Berduri dan Pangeran Jenang Perkasa
Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah sekumpulan orang Suku Laut di Pulau Bintang. Orang yang memimpin suku tersebut adalah Batin Lagoi yang terkenal baik hati, adil, dan ramah.
Pada suatu hari, ia pergi berjalan santai menyusuri tepi pantai. Saat menikmati suara deru ombak, tiba-tiba ia mendengar suara bayi menangis.
Ia mencoba mencari dari mana sumber suara itu berasal. Ternyata, suara itu tangisan bayi itu berasal dari semak-semak daun pandan yang berduri.
Dengan sangat berhati-hati, ia menerobos semak pandan. Terkejutlah ia karena ada seorang bayi perempuan tergeletak beralaskan daun pisang di antara semak-semak itu.
“Anak siapa ini? Orang tua mana yang tega meninggalkan bayi di antara semak-semak pandan,” ucap Batin Lagoi dalam hati.
Karena tak memiliki anak, dia membawa pulang bayi tersebut dan merawatnya. Bayi bernama Putri Pandan Berduri ini ia rawat dengan sepenuh hati. Batin Lagoi menganggapnya seperti anak sendiri.
Waktu terus berjalan. Putri Pandan Berduri pun sudah semakin dewasa. Ia tumbuh dengan sangat baik. Wajahnya cantik dan rupawan, sehingga banyak pemuda yang mengincarnya.
Meski begitu, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya. Sebab, Batin Lagoi ingin putrinya kelak memiliki suami seorang anak raja atau bangsawan.
Jenang Perkasa
Pada suatu hari, ada seorang bangsawan muda bernama Jenang Perkasa yang berlabuh di Pulau Bintan. Ia melarikan diri dari asalnya, yaitu Pulau Galang.
Penyebabnya adalah karena hubungan dengan kakaknya, Julela, sedang tak baik. Mereka berdua adalah anak dari seorang megat atau raja di Pulau Galang.
Sang raja mendidik kedua anaknya agar saling membantu dan menghormati sedari kecil. Sayangnya, saat beranjak dewasa, sifat Julela berubah.
Setelah sang ayah memilihnya sebagai pemimpin Pulau Galang, mendadak sifatnya menjadi sangat sombong. Ia bahkan tak lagi memerdulikan perkataan adiknya.
Mereka jadi kerap bertikai. Apalagi, Julela kerap memaki Jenang Perkasa. “Hai, Jenang Bodoh! Aku ini pemimpin di sini! Kau harus mematuhi segala keinginanku. Jika tidak, siap-siap kau pergi dari sini!” ucap Julela dengan kasar.
Tentu saja sifat kesombongan kakaknya membuat bersedih. Maka dari itu, ia lebih sering bercengkrama dengan rakyat-rakyat biasa di Pulau Galang ketimbang dengan kakaknya sendiri.
Para rakyat mengenal Jenang Perkasa sebagai pria yang baik hati, adil, dan suka menolong. Semantara kakaknya terkenal jahat, sombong, dan kikir.
Mengetahui bahwa adiknya bersikap baik pada rakyat, Julela langsung memaki Jenang Perkasa. “Tak seharusnya kau berbuat baik pada mereka! Lebih baik kau tak usah lagi berbaur dengan para rakyat!”
Jenang Perkasa tak kuasa melawan. Ia khawatir bila perseteruan mereka akan semakin memanas. Alhasil, Jenang memutuskan untuk melarikan diri.
Pada suatu pagi buta, ia secara diam-diam berlayar tak tentu arah. Setelah berhari-hari mengarungi lautan, sampailah ia pada Pulau Bintan.
Saat tinggal di Pulau Bintan, ia tak mengaku bila dirinya adalah seorang bangsawan. Sebab, ia tak ingin orang-orang mengenalnya sebagai seorang bangsawan. Ia ingin mereka menganggapnya sebagai rakyat biasa.
Untung bertahan hidup, ia bekerja sebagai nelayan di Pulau Bintan. Ia bersikap ramah dan baik kepada setiap orang. Siapa pun yang butuh pertolongan, ia siap membantunya dengan tulus hati.
Menghadiri Perjamuan
Sikapnya tersebut ternyata terdengar sampai telinga Batin Lagoi. Karenanya, ia mengundang Jenang Perkasa dalam acara perjamuan makan malam. Dalam acara tersebut, pemuda tampan ini bersikap sangat sopan.
Batin Lagoi bahkan sangat terkesima dengan sopan santun dari pemuda ini. “Dia nampaknya bukan pemuda biasa. Sepertinya ia tumbuh dari keluarga yang baik-baik. Apalagi, wajahnya sangat rupawan,” ucap Batin Lagoi dalam hati.
Usai acara, semua tamu perjamuan pamit undur diri. Namun, Batin Lagoi menahan Jenang Perkasa. “Anak muda, kau jangan pulang dulu. Aku ingin mengobrol denganmu. Tunggulah aku dulu. Aku kan mengantar ke gerbang para tamu dahulu,” ucap sang raja.
Sebenarnya, Jenang Perkasa merasa cemas. Ia tak tahu kenapa sang raja memintanya untuk tinggal dulu. Namun, ia tak kuasa menolak permintaan sang raja.
Tak berselang lama, Batin Lagoi menghampirinya, “Wahai Jenang Perkasa! Aku sangat terkesan dan kagum dengan keelokan budi pekertimu. Dari mana sebenarnya kau berasal? Kau tampak seperti anak bangsawan,” tanya Batin Lagoi.
“Wahai, Tuan Batin Lagoi. Hamba ini hanyalah seorang pemuda biasa yang kebetulan senang berpetualang. Hamba kemari untuk bekerja sebagai nelayan. Beruntung hamba bertemu dengan rakyat Pulau Bintan yang teramat ramah dan baik hatinya,” ucap pemuda itu dengan sopan.
“Tentu saja mereka bersikap baik padamu. Kau saja berbuat baik pada mereka. Aku telah mendengar banyak tentang kebaikanmu dari para warga. Sungguh aku terpukau dengan kebaikan hatimu,” ucap Batin Lagoi memuji Jenang Perkasa.
“Terima kasih, Tuan atas pujian yang engkau berikan pada hamba. Hamba kan terus berbuat kebaikan,” jawab pemuda itu.
Menjadi Pemimpin Bintan
Setelah berbicara banyak hal, Batin Lagoi semakin menyukai kepribadian Jenang Perkasa. Ia pun ingin menjadikannya sebagai suami dari Putri Pandan Berduri.
“Sebenarnya, aku menginginkan menantu anak raja atau bangsawan. Tapi, setelah melihat sikapmu, tampaknya aku berubah pikiran. Maukah kau kunikahkan dengan putriku?” tanya Batin Lagoi.
“Dengan segala kerendahan hati, saya bersedia menerima putri Tuan sebagai istri saya,” jawab Jenang Perkasa dengan sopan.
Seminggu kemudian, Batin Lagoi menikahkan Jenang Perkasa dan Putri Pandan Berduri. Mereka melangsungkan pernikahan dengan sangat megah. Ribuan tamu dari beragam suku pun turut menghadiri pesta tersebut.
Tak berselang lama, Batin Lagoi mengangkat menantunya yang bijaksana itu sebagai pemimpin Bintan, menggantikan dirinya. Batin Lagoi percaya bila menantunya bisa memimpin rakyat dengan baik.
Benar saja, Jenang Perkasa bisa memimpin rakyatnya dengan sangat adil dan bijaksana. Hal itu membuat Batin Lagoi dan Putri Pandan Berduri bangga dengan Jenang Perkasa.
“Tak salah aku memilihmu sebagai menantuku, Nak. Hatimu sangatlah baik. Kau bisa menjaga kesejahteraan di negeri Bintan ini,” ucap Batin Lagoi.
“Benar sekali, Kakanda. Adinda bangga karena telah memilihmu sebagai suamiku. Meski kau bukanlah dari bangsawan, tapi jiwa kepemimpinanmu sangat hebat,” imbuh Putri Pandan Berduri.
“Terimakasih Ayah dan Istriku. Aku jugalah merasa terhormat bisa memimpin rakyat di negeri ini dengan baik,” ucap Jenang Perkasa. Dalam hati, sebenarnya ia merasa bersalah karena telah membohongi istri dan ayahnya soal status kebangsawanan.
Pada saat malam tiba, ketika semua telah tertidur, Jenang Perkasa duduk seorang diri. “Haruskah aku mengungkapkan diriku yang sebenarnya saat ini?” tanyanya dalam hati.
“Tapi, bagaimana kalau mereka murka kepadaku? Aku telah berbohong selama ini,” resah Jenang Perkasa. Meski telah berpikir lama, Jenang Perkasa tak kunjung menemukan solusi atas keraguannya.
Tak Suka dengan Julela
Di sisi lain, masyarakat Pulau Galang mendengar kabar bila Jenang Perkasa telah memimpin Pulau Bintan dengan baik. Para masyarakat tersebut lalu berlayar ke Pulau Bintan.
Mereka hendak meminta Jenang Perkasa kembali ke Pulau Galang. “Tuanku, Jenang Perkasa, tolonglah rakyat Pulau Galang. Tuan Julela sangatlah sombong dan kikir. Masyarakat tak lagi sejahtera,” ucap beberapa masyarakat dari Pulau Galang.
“Maafkan aku. Aku tak bisa meninggalkan rakyatku di sini. Lagi pula, bila aku kembali ke Pulau Galang, tentu saja kakakku tak akan diam saja. Pertikaian pasti tak bisa terhindarkan. Aku tak ingin menimbulkan keributan,” ucap Jenang Perkasa dengan bijaksana.
Setelah bujuk rayu yang cukup lama, Jenang Perkasa tetap bersikukuh tak ingin kembali ke Pulau Galang. Para warga pun akhirnya memahami maksud Jenang. Mereka lalu pergi dengan kesedihan.
Kedatangan para warga Pulau Galang terdengar oleh Batin Lagoi dan Putri Pandan Berduri. Pada akhirnya, Jenang Perkasa menjelaskan bahwa selama ini ia memang tak ingin menunjukkan identitas aslinya sebagai bangsawan. Ia ingin orang-orang mengenalnya sebagai orang biasa.
Mendengar penjelasan menantunya, Batin Lagoi pun memakluminya. “Tak mengapa, Jenang! Aku bisa memaklumi kenapa kamu berbohong selama ini. Yang terpenting adalah kamu selalu bersikap baik pada rakyat dan istrimu,” ucap Batin Lagoi.
“Terima kasih, Ayah! Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan mertua dan istri sebaik kalian. Tuhan memang Maha Adil dan Penyayang,” ucap Jenang Perkasa.
Hidup Berbahagia
Pada akhirnya, Jenang Perkasa tetap tinggal di Pulau Bintan. Ia hidup berbahagia dengan Putri Pandan Berduri, ayah mertua, dan para rakyat. Jenang dan Putri Pandan kemudia dikarunia tiga putra.
Mereka adalah Batin Mantang, Batin Mapoi, dan Batin Kelong. Jenang Perkasa dan Putri Pandan berduri mendidik ketiga anaknya dengan baik. Mereka mengajarkan pada anak-anak agar selalu hidup dalam kerendahan hati.
Setelah beranjak dewasa, ketiga anak tersebut menjadi pemimpin di suku mereka masing-masing. Batin Mantang hijrah ke bagian utara Pulau Bintan, Batin Mapoi ke arah barat, dan Batin Kelong kelak akan menggantikan Jenang Perkasa.
Mereka memimpin suku masing-masing dengan sangat baik. Bahkan, suku-suku tersebut menjadi suku terbesar dan termahsyur di daerah Bintan. Tak ada hentinya Batin Lagoi merasa beryukur atas kehadiran Putri Pandan Berduri, Jenang Perkasa, dan cucu-cucunya.