Kisah Si Manusia dan Si Kancil
Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah seekor kancil yang cerdik dan seorang manusia yang sering berburu untuk mencari makanan. Kancil dikenal sebagai hewan yang cerdas, selalu bisa menghindari bahaya berkat akalnya yang luar biasa.
Pertemuan Pertama
Pada suatu hari, si manusia pergi ke hutan dengan membawa perangkap. Ia ingin menangkap seekor rusa untuk dijadikan makanan. Namun, yang terjebak dalam perangkapnya justru seekor kancil kecil. Si manusia tersenyum puas melihat tangkapannya.
“Akhirnya, aku bisa mendapatkan sesuatu untuk dimakan hari ini!” kata si manusia dengan gembira.
Namun, si kancil tidak kehabisan akal. Ia segera berpikir cara untuk melarikan diri. “Wahai manusia, mengapa kau menangkapku? Aku terlalu kecil untuk menjadi santapanmu,” ujar si kancil dengan suara lembut.
Si manusia menatap kancil itu dan tertawa. “Memang kau kecil, tapi dagingmu tetap bisa dimakan!”
Akal Cerdik Si Kancil
Si kancil berpura-pura panik dan berkata, “Tapi tahukah kau, aku ini bukan sekadar kancil biasa? Aku adalah utusan Raja Hutan! Jika kau membebaskanku, aku bisa membantumu mendapatkan rusa yang lebih besar!”
Si manusia mulai tertarik. “Benarkah? Bagaimana aku bisa mempercayaimu?”
“Aku tahu di mana tempat rusa-rusa besar berkumpul. Jika kau membebaskanku, aku akan menunjukkan jalannya!” jawab si kancil dengan penuh keyakinan.
Si manusia yang tamak akhirnya memutuskan untuk melepaskan si kancil. Begitu dibebaskan, kancil segera melompat menjauh dan berkata, “Terima kasih, manusia! Tapi sayangnya, aku tidak pernah berbohong—aku hanya membodohimu!”
Si manusia pun terkejut dan marah, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Kancil sudah berlari jauh meninggalkannya.
Pelajaran dari Kisah Ini
Kisah ini mengajarkan bahwa kecerdikan bisa mengalahkan kekuatan. Si manusia yang serakah akhirnya tertipu oleh kecerdikan si kancil. Dari cerita ini, kita belajar bahwa dalam menghadapi kesulitan, menggunakan akal dan strategi bisa menjadi jalan keluar terbaik.
Sejak saat itu, si manusia pun sadar bahwa kekuatan fisik saja tidak cukup. Ia mulai berpikir lebih bijaksana sebelum bertindak. Sementara itu, si kancil terus hidup bahagia di hutan, menjaga akalnya yang cerdik untuk menghadapi bahaya di kemudian hari.