KUMPULAN CERITA RAKYAT

Kumpulan Seluruh Cerita Rakyat Indonesia dan International

CERITA INDONESIA

Dongeng Burung Tempua dan Burung Puyuh

Alkisah pada zaman dahulu kala, di dataran Tanah Melayu hiduplah dua ekor burung yang sangat akrab dan bersahabat baik. Mereka adalah burung Tempua (Manyar) dan burung Puyuh.

Saking akrabnya, mereka sering kali hilir mudik mencari makan bersama-sama. Susah dan senang pun mereka jalani bersama. Ketika hujan turun dengan derasnya, mereka akan sama-sama berteduh. Begitu pula ketika matahari panas meranggas, mereka akan bernaung berdua.

Yang membedakan keduanya tersebut adalah, ketika malam hari tiba, mereka akan berpisah dan tidur di sarang masing-masing. Hal tersebut dilakukan karena rupanya keduanya tersebut memiliki selera yang berbeda dalam membuat sarang. Padahal, selain soal tempat tidur itu, mereka selalu seiya sekata.

Bagi Tempua, sarang yang baik adalah yang terbuat dari helaian alang-alang dan rumput kering yang dijalin rapi. Sehingga ia tak akan basah ketika hujan turun dan tak kepanasan ketika matahari terik. Ditambah lagi, sarang tersebut akan terlihat indah karena rapi. Namun sayangnya, ia harus menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk membuatnya.

Di sisi lain, Puyuh lebih menyukai sarang yang sederhana dan praktis. Ia tak membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk memilih tempat tinggal. Yang perlu ia lakukan hanyalah memilih sebuah pohon yang telah tumbang, kemudian berlindung di bawahnya. Jika mau, sewaktu-waktu ia bisa pindah ke pohon lainnya. Hal itu sangat penting khususnya untuk menghindari musuh yang mengincarnya di malam hari.

Perselisihan Antara Dua Burung

Rupanya, perbedaan selera tempat tinggal itu menimbulkan perdebatan yang terus-menerus. Kapan saja dan di mana saja, mereka selalu saja mempermasalahkan tentang sarang mereka masing-masing. Ketika sedang makan atau tengah berteduh sekalipun, selalu saja yang dibahas adalah perihal perbedaan sarang.

“Tempat tinggal itu harus terlihat indah, Puyuh!” ucap Tempua suatu hari ketika mereka berdua tengah mencari makan.

“Untuk apa terlihat indah kalau tidak bisa menjamin keselamatanmu?” tanya Puyuh tak mau kalah. “Sudah repot-repot membuat sarang berminggu-minggu, tapi akhirnya hancur ketika diserang musuh!”

“Memangnya apa enaknya tinggal di bawah pohon tumbang?” tanya Tempua nyinyir. “Sudah lembab, tidak nyaman pula. Kalau hujan kau akan kedinginan, dan pohon tumbang tak akan melindungimu dari terik sinar matahari!”

Karena terus saja saling berdebat, akhirnya Tempua dan Puyuh memutuskan untuk saling mencoba sarang masing-masing. Tujuan awalnya adalah untuk membuktikan sarang siapakah yang terbaik. Tempua akan mencoba tinggal di bawah pohon yang tumbang layaknya Puyuh, dan sebaliknya Puyuh akan mencoba sarang Tempua yang terletak jauh di atas pohon.

Mencoba Keindahan Sarang Tempua di Atas Pohon

Pada malam pertama, burung Puyuh dengan kesusahan berusaha mencapai sarang Tempua. Karena ia tak bisa terbang tinggi, ia harus memanjat pohon tempat sarang itu digantung secara perlahan. Sesampainya di sarang tersebut, betapa terkagum-kagumnya Puyuh melihat keindahan sarang Tempua.

“Amboi! Rupanya nyaman sekali sarangmu ini, kawan. Kering, bersih, dan juga rapi!” ucap Puyuh kagum.

“Tentu saja!” ucap Tempua bangga. “Kamu pasti akan tidur dengan pulas di sini!”

Ketika matahari telah terbenam dan langit semakin gelap, Puyuh mendadak merasa haus. Ia pun langsung mengungkapkan rasa hausnya itu pada sahabatnya dan meminta minum.

“Kawan, aku kehausan, nih! Kamu nggak punya minum di sarangmu? Nggak mungkin aku turun dan mencari air sendirian dalam keadaan gelap gulita seperti ini, kan?” keluhnya. Namun, keluhan itu tak dihiraukan oleh Tempua sedikit pun.

Meskipun kesal karena permintaannya tak diindahkan, terpaksa Puyuh menahan rasa hausnya. Lama kelamaan ia pun tertidur juga. Namun, tidur lelap itu tidak berlangsung lama. Di tengah malam ketika dua burung itu tengah tertidur pulas, mendadak angin bertiup dengan sangat kencang. Hal tersebut membuat pohon tempat sarang Tempua bergoyang dengan hebat dan sarang yang ditempatinya terayun ke sana ke mari.

Burung Puyuh langsung terbangun dari tidurnya dan menangis ketakutan. Bahkan, ia sampai muntah karena terombang-ambing layaknya naik perahu yang dihempas ombak besar di tengah laut. “Tolong! Tolong aku, Kawan! Aku takut!” teriak Puyuh seraya menangis.

Melihat temannya yang ketakutan dan muntah-muntah, Tempua berusaha untuk menenangkan hati Puyuh. “Tidak perlu takut, Puyuh! Sarangku ini kuat, jadi kita nggak akan jatuh. Lagipula, sebentar lagi anginnya pasti akan berhenti.” Benar saja, seperti yang diucapkan Tempua tak lama kemudian anginnya berhenti dan kedua burung itu bisa kembali terlelap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *