KUMPULAN CERITA RAKYAT

Kumpulan Seluruh Cerita Rakyat Indonesia dan International

CERITA INDONESIA

Simak Kisah Hikayat Bunga Kemuning dan Ulasan Menariknya di Sini!

Kalau menyimak legenda dari suatu tempat mungkin sudah biasa. Tapi bagaimana kalau legenda asal-usul sebuah tanaman? Kalau belum pernah, kamu bisa membaca cerita hikayat bunga kemuning ini.

Hikayat atau prosa Melayu lawas yang menceritakan tentang kisah bersaudara yang tidak akur ini menarik untuk diikuti. Selain itu, cerita ini pun mengandung pesan moral yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kamu tentunya sudah penasaran banget dan nggak sabar buat menyimaknya, kan? Kalau gitu, nggak usah basa-basi lagi. Langsung saja simak hikayat bunga kemuning, ulasan unsur-unsur instrinsik, beserta fakta menariknya di bawah ini, ya!

Cerita Hikayat Bunga Kemuning

 Sumber: Transmedia Pustaka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang begitu adil dan bijaksana. Sang raja memiliki sepuluh orang anak perempuan yang cantik-cantik.

Putri-putri raja tersebut memiliki nama berdasarkan warna. Dimulai dari si sulung yang diberi nama Putri Jambon, kemudian Jingga, Nila, Hijau, Kelabu, Oranye, Merah Merona, dan si bungsu Kuning. Mereka biasanya memakai pakaian yang sama dengan nama mereka.

Sayangnya, kesepuluh putri tersebut kekurangan kasih sayang. Ayahnya tentu saja begitu sibuk pergi ke luar untuk mengurusi kerajaan. Sementara itu, ibunya sudah lama meninggal setelah melahirkan si bungsu.

Sehari-hari, mereka hanya diasuh oleh inangnya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang pemalas dan kerjaannya hanya bermain saja. Sesama saudara yang lain juga tidak akur.

Hingga pada suatu hati, sang raja akan pergi ke tempat yang cukup jauh. Ia kemudian mengumpulkan semua anaknya. Katanya, “Anak-anakku, ayah akan pergi jauh dalam waktu yang cukup lama. Kalian mau oleh-oleh apa?”

Sontak, anak-anaknya pun ramai dan menyebutkan apa yang mereka inginkan. “Aku ingin perhiasan yang mahal,” jawab Putri Jambon.

“Aku mau kain sutra yang berkilau,” jawab Putri Jingga tak mau kalah. Putri-putri yang lain pun menyebutkan barang-barang yang tidak kalah mahal.

Hanya saja, ada satu putrinya, yaitu Putri Kuning yang tak menginginkan apa-apa. Si bungsu ini memang berbeda dari yang lainya. “Aku tidak ingin apa-apa. Aku ingin supaya Ayah kembali dengan selamat,” katanya. Mendengar perkataan sang adik, kakak-kakaknya mencemooh dan mengatainya bodoh.

“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Beberapa saat setelah itu, raja pun pergi menjalankan tugas kerajaan.

Kenakalan Para Putri yang Semakin Menjadi

Selama raja pergi, anak-anaknya semakin nakal dan tidak bisa dikendalikan. Mereka pun sering membentak pengasuhnya dan selalu menyuruh melakukan sesuatu. Akibatnya, para inangnya tak bisa melakukan pekerjaan lain.

Pada suatu hari, Putri Kuning sedang berjalan-jalan di taman istana. Ia merasa sedih saat melihat kalau tempat tersebut begitu kotor dan tidak terawat. Padahal, itu adalah taman favorit sang ayah.

Beruntungnya, ia itu bisa memaklumi keadaan tersebut karena para inang sibuk menuruti kakak-kakaknya yang begitu rewel. Kemudian tanpa ragu, ia mengambil sapu dan membersihkan tempat tersebut.

Sebenarnya, para pengasuh sudah melarangnya, tapi sang putri tetap ingin melakukannya. Mulai dari merontokkan daun-daun kering, mencabut rumput liar, memangkas dahan-dahan, ia lakukan semuanya sendiri hingga rapi.

Melihat adiknya sedang bersih-bersih, kakak-kakaknya malah mengolok-olok. Kata salah satu dari mereka, “Lihat, tampaknya kita punya pelayan baru.”

Mereka kemudian melemparkan sampah ke taman tersebut. “Hai pelayan! Masih ada kotoran, nih!” Taman yang semula sudah bersih dan rapi kini menjadi kotor lagi akibat ulah kakak-kakaknya.

Tak mau membuat keributan, Putri Kuning kembali membersihkannya. Kakak-kakaknya kembali mengotori dan kemudian ia bersihkan lagi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang sehingga membuatnya merasa lelah.

Kesabaran gadis itu pun sampai pada batasnya. Dengan marah, ia berkata, “Kalian ini benar-benar keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!”

Mendengar hal itu, kakak-kakaknya bersikap acuh dan memilih untuk pergi bermain ke danau. Sayang sekali, kenakalan kakak-kakaknya itu tak berhenti di hari itu saja. Tiap kali Kuning membersihkan taman, mereka selalu mengganggunya.

Kepulangan Sang Ayah

Ketika Raja tiba di istana setelah melakukan perjalanan jauh, ia melihat putri bungsunya sedang merangkai bunga di teras. Sementara itu, seperti biasa anak-anaknya yang lain menghabiskan waktu di danau.

Ia lalu menemui putrinya tersebut dan memberikan sebuah kalung cantik berwarna hijau. “Anakku… Ayah tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu,” katanya.

Melihat hadiah yang dibawakan oleh sang ayah, Putri Kuning tentu saja senang. Tetapi, ia lebih senang karena ayahnya kembali dengan selamat.

“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Yang terpenting Ayah sudah kembali dengan selamat. Lagi pula, batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning, kan?” timpalnya. Setelah mengucapkan terima kasih, ia kemudian ke dapur dan membuatkan sang ayah minuman.

Saat gadis itu ke dapur, kakak-kakaknya datang dan menyambut sang ayah. Mereka kemudian ribut sendiri mencari hadiah dan saling pamer.

Kepergian Si Bungsu

Keesokan harinya, seperti biasa para putri sibuk dengan kegiatan masing-masing. Hingga kemudian, Putri Hijau melihat Putri Kuning sedang memakai kalung hijau pemberian ayahnya.

Ia pun merasa iri karena perhiasan itu memang terlihat begitu cantik. Katanya, “Wah adikku, bagus benar kalungmu itu. Tapi, seharusnya itu adalah milikku karena berwarna hijau.”

“Tapi ayah memberikannya padaku, bukan padamu,” jawabnya tak acuh. Mendengar hal tersebut, sang kakak merasa begitu marah. Ia kemudian pergi mencari saudara-saudara yang lain dan menghasut mereka.

Ia berkata pada yang lain bahwa kalung yang dipakai Kuning seharusnya adalah miliknya. Ia berkata kalau si bungsu mengambilnya dari saku ayah.

Dirinya juga mengajak yang lain untuk memberikan pelajaran padanya. Setelah mendengar hal tersebut, mereka kemudian sepakat untuk mengambil paksa kalung itu.

Ketika putri Kuning muncul, kakak-kakak membekapnya lalu memukul kepalanya. Tak dinyana, pukulan tersebut terlalu keras dan membuat si bungsu meninggal. Mereka pun panik.

“Bagaimana ini? Kalau ketahuan ayah kita bisa diusir. Kita harus segera menguburnya,” kata Putri Jingga. Mereka setuju dan kemudian menguburkannya di taman istana bersama dengan kalung yang menjadi sumber petaka tadi.

Munculnya Bunga Kemuning

Sementara itu di tempat lain, sang ayah mencari-cari Putri Kuning tetapi tak kunjung bertemu. Ia juga sudah menanyai anak-anaknya, tetapi mereka semua tak ada yang berani menjawab.

Akhirnya, raja menyuruh para pengawal mencari anak bungsunya sampai ketemu. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Putri Kuning sampai ketemu!” titahnya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, sang putri tetap saja belum ditemukan. Sang ayah merasa begitu sedih. Semua usaha telah ia lakukan, tetapi anaknya seperti hilang ditelan bumi.

Sang raja agaknya juga merasa kesepian. Ia mengirim putri-putrinya untuk belajar di luar negeri supaya tidak terus-terusan menjadi malas dan bisa memperbaiki sikap mereka.

Kemudian pada suatu hari, di atas makam Putri Kuning, tumbuh sebuah tanaman yang begitu cantik. Saat melihatnya, sang raja begitu heran.

“Tanaman macam apakah ini? Batangnya seperti jubah putri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, dan bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!” ucapnya dalam hati.

Dikarenakan tanaman itu mengingatkannya pada sosok si putri bungsu, raja kemudian memberinya nama kemuning. Tak hanya memiliki bau yang wangi, tumbuhan tersebut juga ternyata memiliki banyak manfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *